Laman

Kamis, 29 Januari 2015

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA NAGARI BALINGKA




Balingka adalah satu negeri pergunungan yang terletak di lereng Gunung Singgalang dan dilingkungi oleh bukit barisan yang membujur dari Barat, membelintang di Selatan sampai di Timur.

Hawanya dingin seolah-olah Zwinerland Van Minangkabau dan Iklimnya yang ketinggian menimbulkan semangat perantauan bagi Penduduknya yang senantiasa dihibur, dijanjikan oleh nyanyian dendang air Sungai dari Singgalang yang hendak merantau turun ke laut.

Dihati masyarakatny tertanam semangat cinta pada Negeri dengan sesubur-suburnya, sebagai bawaan romantis alamnya yang dingin dan tenang, kecintaan mereka tertambat antara Bukit Barisan dan Singgalang, walau sejauh-jauh merantau, namun jiwa mereka terpikat pada Negerinya.

Tabiat Perantauanlah agaknya yang memaksa Penduduknya tidak senang berdiam diri untuk menciptakan kemajuan yang selaras dengan Zaman; mereka dapat pengalaman dari tepian dan lubuk yang telah dijenguknya buat menjadi teladan bagi kejajaan Negeri itu.

BALINGKA asalnya terdiri dari Tiga jorong (Kampung) yaitu KOTO HILALANG, PAHAMBATAN, dan SUBARANG SIANOK.

Pada tahun 1908 nama BALINGKA belum lagi dikenal sebagai nama Negeri, karena Penghulu Kepala, masih dua orang, yakni : 1 buat Koto Hilalang dan 1 lagi buat Pahambatan dan Subarang Sianok.
Koto Hilalang diperintahi oleh Engku Dt. Panghulu Kayo Suku Koto, Pahambatan dan Subarang Sianok dikepalai oleh Engku Dt. Rajo Gampo Alam Suku Sikumbang.

Tetapi dalam Tahun 1908 ini sesudah bertahun-tahun lamanya memerintah, Kepala Negeri Koto Hilalang Engku Dt. Panghulu Kayo berpulang ke Rahmatullah. Buat sementara jabatan ini diwakili oleh Penghulu Suku Engku Dt. Saripado Suku Caniago. Pada Tahun 1909, barulah dapat angkatan baru dan pilihan jatuh kepada Engku Dt. Pamuncak Marajo Suku Koto. Jabatan ini tidak lama dipikulnya, karena pada tahun 1910 beliau mangkat pula dan Penghulu Suku mewakilinya kembali.

Yang boleh menjadi catatan sejak tahun 1908 itu, ialah: anak Negeri telah mulai membayar belasting pada Pemerintahan, di SIMPANG telah lama berdiri Volkschool untuk mencerdaskan anak Negeri.
Pada Bulan November tahun 1912, barulah Penghulu Kepala Koto Hilalang dipilih kembali ; generasi baru tercabut, pilihan jatuh kepada Engku Dt. MARUHUN KAYO Suku Caniago.

Dia bukan seorang Intelek, hanya pemuda keluaran sekolah biasa, tapi Tuhan telah mengkurniakan kepadanya semangat keperwiraan untuk menimbulkan masyarakat baru dilereng Pergunungan itu.
Pada Bulan Maret 1914, Engku dt. Rajo Gampo Alam Penghulu Kepala Pahambatan dan Subarang berhenti dengan mendapat Pensiun dan gantinya tidak dipilih lagi, Cuma ditanam saja Engku Dt. Maruhun Kayo menjadi Wakil Penghulu kapala Pahambatan dan Subarang itu sampai Juni 1915.

Karena perubahan baru, maka dalam Juni 1915 Engku Dt. Maruhun Kayo berhenti dengan hormat dari menjabat Penghulu Kepala di koto Hilalang dan dari mewakili Penghulu Kepala di Koto Hilalang dan dari mewakili Penghulu Kepala di Pahambatan dan Subarang.

Tetapi dalam Bulan Juni itu juga Engku Dt. Maruhun Kayo diserahi menjadi wakil Penghulu Kepala Kedua Negeri itu, dengan besluit Tuan Luhak Agam sampai tahun 1916.
Dan pada tahun 1916, terjadilah satu kerapatan di kantor KAN yang dihadiri oleh penghulu-penghulu Koto Hilalang, Pahambatan dan Subarang Sianok.

Dalam Kerapatan itu diputuskanlah, bahwa kerena ketiga Negeri itu, mempunyai asal yang satu dan adat yang satu, maka Kerapatan setuju melebur Negeri ini menjadi satu. Dan sebagai kepala Negerinya ditetapkan Engku Dt. Maruhun Kayo dengan gaji 150 sebulan yang diambilkan dari Kas Nageri Balingka.
Di waktu persatuan telah tercipta, Penghulu-penghulu bertikai dalam mencari nama yang akan dipakai menjadi nama Persatuan.

Kata Orang Koto Hilalang: Negerinyalah yang asal, karena Koto Hilalanglah yang mula-mula dipancang oleh Nenek Moyang ketika mereka datang dari Paga Ruyuang. Dekat Pakan Selasa di Koto Tuo sekarang, disitulah dibuat mereka Perhentian baru mereka terus ke Koto Hilalang. Dari situ baru pindah ke Pahambatan. Demikianlah Koto Hilalang lebih tua dari Pahambatan, karena itu patutlah dia diambil nama Persatuan.

Tetapi Niniak Mamak Pahambatan membantah keterangan ini, mereka berpendapat Bahasa Pahambatan lebih tua dari Koto Hilalang, karena Nenek Moyang dahulu datang dari sebelah Barat yaitu: Maninjau, Malalak, Pariaman dan lain-lain. Tentu saja mereka ke Pahambaan lebih dahulu, maka sampai ke Koto Hilalang. Jadi patutlah dia dijadikan nama Persatuan, karena dia yang paling tua.

Dalam pertikaian faham ini, timbulah pikiran oleh beberapa orang Niniak Mamak untuk mencari perdamaian dengan menolak Kedua usul itu dan memajukan nama baru yaitu BALINGKA, nama satu tempat yang terletak sebelah Timur Negeri itu.

Perselisihan yang diketakuti itu, menjadi tenang dan diam semua anak Negeri menerima keputusan dengan menamai Negerinya BALINGKA.

Sebagai simbol Persatuan, maka di tengah-tengah Negerii itu, di antara Sungai Ngalau dan Sungai Mata Air Pensi didirikanlah sebuah Kantor tempat Niniak Mamak, Cerdik Pandai bermusyawarah bertimbang pikiran memperhitungkan Negerinya.

Begitulah Fajar persatuan telah menyingsing di Balingka, masyarakatnya yang dahulu merasa jarak satu sama lain, bertikai dan berlainan faham setiap hari, sekarang mereka telah mulai bergerak untuk menciptakan persatuan, mulanya perasaan ini masih samar-samar gelap, hilang-hilang timbul antara ada dengan tiada. Rasa perpecahanlebih mendalam dari rasa persatuan, ibarat buah kepala di tengah Lautan, terapung dan terbenam, terapung dinaikan oleh ombak, tenggelam bila ombak telah meninggalkannya. Demikianlah tamsil perasaan pada masa itu.

Perasaan yang timbul tenggelam pada masa itu makin lama makin menepi mendarat dihati mereka, hingga dia dapat berurat berakar. Pemilihan Kepala Negeri (Dt. Maruhun Kayo) adalah pada tempatnya benar.
Dalam tahun 1916 itu juga dia telah mulai bekerja mendirikan Mesjid di Koto Hilalang, sebagai menyambung kerja Engku Dt. Pamuncak Marajo yang telah membuka Mesjid itu, tapi Beliau telah meninggal sebelum Mesjid itu ditegakkan kembali.

Demikianlah Cita-cita itu terbengkalai sampai pada tahun 1916, dan dengan Inisiatif Engku Dt. Maruhun Kayo cs dapatlah diganti dengan tembok yang maha indah.
Cara Pemerintahannya selain dari mendekati Kaum Agama, buat mempertinggi faham keislaman, Juga Beliau berusaha dengan sekuat tenaga, untuk membasmi keganasan orang-orang preman yang sangat merusakkan pergaulan hidup dewasa itu.

Sebagai taktik, lebih dahulu Beliau mempergauli Kepala-kepala Preman itu, agar mudah bagi beliau melakukan tangan besi kepada siapa-siapa yang mengganas di negeri itu.

0 komentar:

Posting Komentar